DPNTimes.com, Tanjung Selor — Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), H Hamka, menyerukan agar Pemerintah Daerah mulai menginisiasi program pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berbasis komunitas.
Langkah ini dinilai mendesak mengingat semakin tingginya kerentanan masyarakat Kaltara terhadap praktik perdagangan orang, khususnya karena wilayah provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Menurut Hamka, konteks geografis Kaltara sebagai daerah perbatasan membuka peluang terjadinya pergerakan pekerja migran nonprosedural.
Situasi tersebut diperparah dengan maraknya perekrutan ilegal yang menyasar masyarakat desa, terutama mereka yang memiliki keterbatasan informasi mengenai prosedur migrasi yang sah.
“Kita melihat kerentanan masyarakat terhadap praktik perdagangan orang semakin tinggi. Karena itu, pemerintah daerah harus mengambil langkah preventif berbasis komunitas,” ujar Hamka, Senin (17/11/2025).
Pengawasan Harus Sejalan Dengan Perlindungan PMI
Legislator asal Kabupaten Bulungan ini menekankan bahwa pengawasan terhadap mobilitas manusia, baik yang masuk maupun keluar wilayah Kaltara, harus diiringi dengan perlindungan yang lebih kuat terhadap pekerja migran Indonesia (PMI).
Menurutnya, fokus pengawasan tidak boleh hanya diarahkan pada tenaga kerja asing atau aktivitas lintas batas, tetapi juga pada warga negara Indonesia yang berpotensi diberangkatkan secara ilegal.
“Perlindungan PMI harus ditempatkan sebagai kepentingan utama negara. Kita tidak boleh lengah,” tegas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Hamka juga menilai bahwa kerja sama dengan pihak imigrasi, kepolisian, dan instansi teknis terkait harus diperkuat untuk memutus mata rantai perdagangan orang.
Banyak kasus, kata dia, terjadi karena celah pengawasan dimanfaatkan oleh oknum calo atau agen yang tidak bertanggung jawab.
Pentingnya Edukasi Migrasi Aman
Dalam kesempatan tersebut, Hamka mengungkapkan bahwa rendahnya pemahaman masyarakat desa terhadap prosedur keberangkatan resmi menjadi salah satu akar persoalan.
Minimnya literasi migrasi aman membuka ruang manipulasi oleh pihak-pihak tertentu yang menjanjikan pekerjaan cepat tanpa persyaratan administratif.
“Pola perekrutan ilegal masih terjadi di desa-desa. Edukasi migrasi aman sangat krusial untuk menutup peluang manipulasi dan penipuan,” jelasnya.
Ia menambahkan, TPPO tidak hanya berkaitan dengan pemalsuan dokumen atau keberangkatan nonprosedural, tetapi juga menyangkut ancaman keselamatan dan kesejahteraan warga negara yang bekerja di luar negeri tanpa perlindungan hukum.
Program Pencegahan Berbasis Komunitas
Untuk itu, Komisi I DPRD Kaltara mendorong pemerintah daerah membentuk program pencegahan TPPO yang melibatkan tokoh masyarakat, aparat desa, keluarga calon pekerja, hingga kelompok pemuda di wilayah rawan migrasi ilegal.
“Upaya pencegahan harus komprehensif dan berkelanjutan. Keterlibatan komunitas sangat menentukan dalam menekan praktik perdagangan orang,” tegasnya.
Hamka menyebut bahwa pencegahan berbasis komunitas memungkinkan deteksi dini terhadap perekrutan ilegal, sekaligus menghadirkan sistem pengawasan sosial yang lebih kuat.
Ia menilai pendekatan ini efektif diterapkan di wilayah perdesaan mengingat hubungan sosial antarwarganya yang kuat.
Dengan dorongan ini, DPRD berharap pemerintah daerah—baik provinsi maupun kabupaten/kota—dapat menyiapkan program konkret mulai 2026.
Program tersebut diharapkan tidak hanya berupa sosialisasi, tetapi juga pendampingan, penguatan kapasitas aparat desa, hingga koordinasi intensif antarlembaga.(adv)











