DPNTimes.com, Nununkan – Kasus dugaan keracunan makanan kembali mencuat di Kabupaten Nunukan, sejumlah siswa sekolah mengalami gejala mual, pusing, dan muntah usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi (MBG).
Peristiwa ini sontak menimbulkan keprihatinan publik sekaligus membuka tabir lemahnya pengawasan dalam penyelenggaraan program tersebut.
Program MBG sejatinya digagas pemerintah untuk mendukung tumbuh kembang anak-anak melalui penyediaan makanan sehat dan bergizi di sekolah.
Namun, jika tidak dikelola dengan profesional, niat baik itu bisa berubah menjadi ancaman serius bagi kesehatan peserta didik. Kasus yang terjadi di Nunukan ini menjadi alarm keras agar pelaksanaannya tidak hanya sekadar formalitas.
Dugaan sementara, penyebab keracunan berasal dari makanan yang disajikan dalam program MBG. Indikasi lemahnya standar kebersihan dan pengawasan menjadi perhatian.
Mulai dari proses penyediaan bahan baku, cara pengolahan, hingga distribusi ke sekolah-sekolah, yang dinilai masih jauh dari standar higienitas yang seharusnya.
Anggota DPRD Nunukan, Andi Yakub, S.Kep., Ns., menegaskan perlunya langkah cepat dan tegas dari pemerintah daerah, agar kejadian ini tidak dianggap sepele, sebab hal ini menyangkut keselamatan anak-anak.
“Kami menegaskan, pemerintah daerah bersama instansi terkait harus segera melakukan investigasi menyeluruh untuk memastikan penyebab pasti keracunan, serta menindak tegas pihak-pihak yang lalai,” ujar Andi Yakub. Rabu (01/10/25)
Selain investigasi, ia juga menekankan pentingnya evaluasi total terhadap pelaksanaan program MBG di seluruh sekolah di Nunukan. Menurutnya, tanpa perbaikan sistem, kejadian serupa berpotensi kembali terulang dan menimbulkan korban lebih banyak.
Selain itu, Andi Yakub juga menyoroti peran dinas kesehatan dan dinas pendidikan dalam memperketat standar higienitas, artinya pengawasan lapangan harus dilakukan secara berkelanjutan, tidak hanya insidental, termasuk di dalamnya memberikan pelatihan kepada penyedia makanan agar memahami prinsip sanitasi pangan yang benar.
“Jangan sampai program yang seharusnya menyehatkan justru menjadi sumber penyakit. Penanganan medis kepada para korban juga harus diutamakan dengan cepat dan menyeluruh hingga mereka benar-benar pulih,” tambahnya.
Kasus dugaan keracunan ini menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme kontrol kualitas dalam program MBG, Apakah sudah ada standar baku yang jelas terkait keamanan pangan? Bagaimana proses monitoring distribusi di lapangan? Publik menanti transparansi jawaban dari pemerintah.
Beberapa orang tua siswa mengaku kecewa karena merasa program yang digadang-gadang untuk kebaikan anak-anak, justru membawa kekhawatiran. Mereka berharap pemerintah daerah tidak menutup-nutupi fakta dan segera memberi kepastian terkait langkah penanganan ke depan.
Di sisi lain, tenaga kesehatan menegaskan pentingnya kesadaran semua pihak mengenai bahaya pangan yang tidak higienis. Keracunan makanan bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Karena itu, standar kebersihan dan kontrol mutu tidak boleh diabaikan dalam program skala besar seperti MBG.
Program MBG memang menjadi harapan besar bagi peningkatan gizi anak-anak di perbatasan. Namun, lemahnya pengawasan membuka celah terjadinya kasus yang justru bertolak belakang dengan tujuan awal.
Masyarakat menanti langkah konkret pemerintah daerah, Investigasi yang menyeluruh, evaluasi sistem, peningkatan pelatihan, hingga pengawasan ketat lapangan adalah kunci agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
Kemudian Transparansi informasi kepada publik juga menjadi hal yang tidak kalah penting, sehingga program makan bergizi harus tetap berjalan demi mendukung tumbuh kembang siswa dan pelaksanaannya wajib ditopang dengan profesionalisme, standar kebersihan yang ketat, dan pengawasan yang konsisten. Jika tidak, niat baik akan terus dibayangi ancaman kesehatan yang justru merugikan anak-anak.(hmsdprdnnk)